Rabu, 16 November 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan pernah lepas dari komunikasi. Dari mulai kita bangun tidur sampai kemudian tertidur kembali, komunikasi selalu menjadi kegiatan utama kita entah itu komunikasi verbal atau non verbal, entah itu komunikasi antar pribadi atau komunikasi organisasi.
Hal seperti ini memang telah menjadi kodrat kita sebagai seorang manusia yang memang tidak dapat hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan orang lain disekitar kita, walaupun hanya untuk sekedar melakukan obrolan basa-basi karena manusia adalah makhluk sosial dan dari dalam interaksi itulah manusia lambat laun menciptakan nilai-nilai bersama yang kemudian disebut sebagai kebudayaan.
Dalam nilai-nilai yang terbentuk tersebut terdapat beberapa kaidah yang bertujuan mengatur tata cara kita berkomunikasi antar sesama tanpa menyakiti hati dan menjunjung tinggi etika sebagai sebuah tanda penghargaan pada lawan bicara kita. Namun terkadang pemakaian sesuatu yang kita anggap sebuah etika dapat berakibat pada sesuatu yang tidak menyenangkan dan menimbulkan kesalahpahaman antar sesama. Mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal tujuan kita menggunakan etika adalah untuk mencoba menghargai khalayak.










BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian berkomunikasi
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur tentang tata cara manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling menghormati biasa kita kenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler, dan lain-lain.
Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga kepentingan komunikator dengan komunikan agar merasa senang, tentram, terlindungi tanpa ada pihak yang dirugikan kepentingannya dan perbuatan yang dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia secara umum.
Tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan etika.
Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin) dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang berarti kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah laku manusia.
Jadi, etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah laku baik dalam kegiatan komunikasi di suatu masyarakat.
Beberapa pendpat para ahli mengenai pengertian etika antara lain sebagai berikut:

2.2 Pengertian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.
Selain itu dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin ethicus yang berarti kebiasaan. Sesuatu dianggap etis atau baik, apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Pengertian lain tentang etika ialah sebagai studi atau ilmu yang membicarakan perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana pula yang dinilai buruk. Etika juga disebut ilmu normatif, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai tingkah laku apakah baik atau buruk, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
a.         Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
b.         Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
c.         Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1.         Etika deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.         Etika normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
1.         Etika umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
2.         Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis, cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Etika khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a.       Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b.      Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1.         Sikap terhadap sesama
2.         Etika keluarga
3.         Etika profesi
4.         Etika politik
5.         Etika lingkungan
6.         Etika idiologi

Sistem Penilaian Etika :
1.         Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau jahat, susila atau tidak susila
2.         Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata.
3.         Burhanuddin Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat :
a.         Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam hati, niat.
b.        Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
c.         Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.

2.3  Aliran Etika
Suatu ukuran baik dan buruk sifatnya individual yakni akan dilihat dari orang yang menilainya, karena baik dan buruk itu terikat pada ruang dan waktu, sehingga ia tidak berlaku secara universal. Suatu perbuatan dinilai baik atau buruk dapat dilihat dari beberapa aliran-aliran dari berbagai sudut pandang, antara lain:
1.      Adat Kebiasaan
Ukuran baik atau buruk menurut adat kebiasaan yakni tergantung kepada kesetiaan dan ketaatan seseorang (loyal) terhadap ketentuan adat istiadat. Namun demikian, ukuran menurut adat ini tidak dapat digunakan sepenuhnya karena ketentuan-ketentuan dari Hukum Adat yang berasal dari adat istiadat banyak yang irasional (tidak dapat diterima oleh akal sehat).
2.      Kebahagiaan (Hedonisme)
Yang menjadi ukuran baik atau buruk menurut paham ini yaitu apakah suatu perbuatan tersebut melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan / kelezatan. Dalam paham ini terbagi lagi menjadi:
a.       Aliran hedonisme individualistis
Maksud dari aliran ini yaitu suatu kebahagiaan yang bersifat individualistis (egoistik hedonism), jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya.
b.      Kebahagiaan rasional (Rasionalistik Hedonism)
Aliran ini berpendapat, bahwa kebahagiaan atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal sehat.
c.       Kebahagiaan Universal (Universalistic Hedonism)
Lain halnya dengan aliran ini, yang menjadi tolak ukur apakah suatu perbuatan baik atau buruk dapat melihat kepada suatu akibat perbuatan tersebut apakah melahirkan kesenangan atau kebahagiaan terhadap seluruh makhluk (bukan untuk diri sendiri/pribadi).
3.      Bisikan Hati (Instuisi)
Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran hedonisme, yakni menilai suatu perbuatan baik atau buruk adalah dengan kekuatan batin tanpa melihat terlebih dahulu akibat yang ditimbulkan dari perbuatan itu, akan tetapi tujuannya kepada kebaikan budi pekerti.
4.      Evolusi
Paham ini berpendapat bahwa segala sesuatunya yang ada di alam ini selalu (secara berangsur-angsur) mengalami perubahan yakni berkembang menuju ke arah kesempurnaan. Adapun seorang Filsuf Herbert Spencer (1820-1903) mengemukakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana kemudian dengan berlakunya (evolusi) akan menuju ke arah cita-cita , dan cita-cita inilah yang dianggap sebagai tujuan. Yang menjadi tujuan dari cita-cita manusia adalah kebahagiaan dan kesenangan, sehingga suatu kesenangan atau kebahagiaan itu akan selalu berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi sosial.
5.      Paham eudaemonisme
Kata eudaemonisme di ambil dari istilah Gerika, yaitu “eudaemonia” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “kebahagiaan, untuk  bahagia”. Prinsip pokok paham ini adalah kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut Aristoteles, untuk mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal, yakni:
a.         Kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan
b.         Kemauan
c.         Perbuatan baik
d.        Pengetahuan batiniah
6.      Aliran Vitalisme
Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran Naturalism, sebab menurut penganut paham ini ukuran baik atau buruk itu bukanlah alam tetapi  “vitae”  yakni yang sangat diperlukan untuk hidup. Tokoh terpenting dari aliran ini yaitu F. Niettsche, dia banyak sekali memberi pengaruh terhadap tokoh revolusioner seperti Hitler. Pada akhir hayatnya ia menjadi seorang ateis dan mati dalam keadaan gila, dia memproklamirkan gagasan  “God is dead”,  Tuhan telah mati,  Tuhan itu tidak ada lagi, maka jauhkanlah diri (putuskan hubungan dengan Tuhan). Aliran vitalisme ini dikelompokkan menjadi:
a.    Vitalisme Pessimistis (Negatif Vitalistis). Disebut pesimis karena manusia yang dilahirkan adalah celaka, maksudnya karena ia telah dilahirkan dan hidup, sedangkan lahir dan hidupnya manusia itu tiada guna. Terdapat ungkapan yakni “homohomini lupus”, artinya manusia yang satu  adalah segala bagi manusia yang lainnya.
b.      Vitalisme Optimisme. Menurut aliran ini, hidup atau kehidupan adalah berarti pengorbanan diri karena itu hidup yang sejati adalah kesediaan dan kerelaan untuk melibatkan diri dalam setiap kesusahan, yang paling baik adalah segala sesuatu yang menempa kemauan manusia untuk berkuasa. Oleh karena itu, perang adalah halal, sebab orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan memegang kekuasaan.
7.      Aliran Pragmatisme
Aliran ini menitikberatkan pada hal yang berguna dari diri sendiri,baik yang bersifat moril maupun materil. Serta menitikberatkan padapengalaman, oleh karena itu penganut ini tidak mengenal istilah kebenaran, sebab kebenaran itu bersifat abstrak dan tidak diperoleh dalam dunia empiris.
8.      Aliran Gessingnungsethik
Aliran ini diprakarsai oleh Albert Schweitzer. Yang terpenting menurut ajaran ini adalah “penghormatan akan kehidupan”,  yaitu sedapat mungkin setiap makhluk harus saling menolong dan berlaku baik. Ukuran kebaikannya yakni pemeliharaan akan kehidupan, dan yang buruk yakni setiap usaha yang berakibat binasa dan menghalang-halangi hidup.
9.      Aliran Idealisme
Istilah tersebut berasal dari bahasa Gerika (Yunani), yaitu dari kata “idea”  yang secara etimologis berarti: akal, pikiran, atau sesuatu yang hadir dalam pikiran, atau dapat juga disebut sesuatu bentuk yang masih ada dalam alam pikiran manusia. Aliran ini berpendapat bahwa segala yang ada hanyalah tiada, sebab yang ada itu hanya gambaran dari alam pikiran (bersifat tiruan), sebaik apa pun suatu tiruan tentunya tidak akan seindah aslinya (ide). Dengan demikian, yang baik itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
Selain itu, aliran etika lainnya diuraikan oleh John C. Merill (1975:79-88) yang dapat digunakan sebagai standar menilai tindakan etis, antara lain deontologisteleologisegoisme, dan utilitarisme.
Aliran deontologis (deon = yang harus/wajib, Yunani) melakukan penilaian atas tindakan dengan melihat tindakan itu sendiri. Artinya, suatu tindakan secara hakiki mengandung nilai sendiri apakah baik atau buruk. Kriteria etis ditetapkan langsung pada jenis tindakan itu sendiri. Ada tindakan/perilaku yang langsung dikategorikan baik, tetapi juga ada perilaku yang langsung dinilai buruk.
Ukuran etis yang berbeda, dikemukakan oleh aliran teleologis(telos berarti tujuan). Aliran ini melihat nilai etis bukan pada tindakan itu sendiri, tetapi dilihat atas tindakan itu. Jika tujuannya baik dalam arti sesuai dengan norma moral, maka tindakan itu digolongkan sebagai tindakan etis. Jadi apabila suatu tindakan betujuan jelek, akan dikategorikan tidak etis.
Etika egoisme menetapkan norma moral pada akibat yag diperoleh oleh pelakunya sendiri. Artinya tindakan dikategorikan etis dan baik, apabila menghasilkan terbaik bagi diri sendiri.
Etika utilitarisme (utilitis = berguna) adalah kebalikan dari paham egoisme, yaitu yang memandang suatu tindakan itu baik jika akibatnya baik bagi orang banyak. Dengan demikian, tindakan itu tidak diukur dari kepentingan subyektif individu, melainkan secara obyektif pada masyarakat umum. Semakin universal akibat baik dari tindakan itu, maka dipandang semakin etis.

2.4. Penggolongan Etika
Dalam menelaah ukuran baik dan buruk suatu tingkah laku yang ada dalam masyarakat kita bisa melakukan penggolongan etika menjadi dua kategori yaitu:

1.      Etika Deskriptif
Merupakan usaha menilai tindakan atau perilaku berdasarkan pada ketentuan atau norma baik buruk yang tumbuh dalam kehidupan bersama di dalam masyarakat. Kerangka etika ini pada hakikatnya menempatkan kebiasaan yang sudah ada di dalam masyarakat sebagai acuan etis. Suatu tindakan seseorang disebut etis atau tidak, tergantung pada kesesuaiannya dengan yang dilakukan kebanyakan orang.

2.      Etika Normatif
Etika yang berusaha menelaah dan memberikan penilaian suatu tindakan etis atau tidak, tergantung dengan kesesuaiannya terhadap norma-norma yang sudah dibakukan dalam suatu masyarakat.
Norma rujukan yang digunakan untuk menilai tindakan wujudnya bisa berupa tata tertib, dan juga kode etik profesi.

2.5    Etika Dan Etiket Yang Baik Dalam Komunikasi
Berikut di bawah ini adalah beberapa etika dan etiket dalam berkomunikasi antar manusia dalam kehidupan sehari-hari :
1.      Jujur tidak berbohong
2.      Bersikap Dewasa tidak kekanak-kanakan
3.      Lapang dada dalam berkomunikasi
4.      Menggunakan panggilan / sebutan orang yang baik
5.      Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien
6.      Tidak mudah emosi / emosional
7.      Berinisiatif sebagai pembuka dialog
8.      Berbahasa yang baik, ramah dan sopan
9.      Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan
10.  Bertingkahlaku yang baik

2.6  Contoh Teknik Komunikasi Yang Baik
1.      Menggunakan kata dan kalimat yang baik menyesuaikan dengan lingkungan.
2.      Gunakan bahawa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara.
3.      Menatap mata lawan bicara dengan lembut.
4.      Memberikan ekspresi wajah yang ramah dan murah senyum.
5.      Gunakan gerakan tubuh / gesture yang sopan dan wajar.
6.      Bertingkah laku yang baik dan ramah terhadap lawan bicara.
7.      Memakai pakaian yang rapi, menutup aurat dan sesuai sikon.
8.      Tidak mudah terpancing emosi lawan bicara.
9.      Menerima segala perbedaan pendapat atau perselisihan yang terjadi.
10.  Mampu menempatkan diri dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai dengan karakteristik lawan bicara.
11.  Menggunakan volume, nada, intonasi suara serta kecepatan bicara yang baik.
12.  Menggunakan komunikasi non verbal yang baik sesuai budaya yang berlaku seperti berjabat tangan, merunduk, hormat, ces, cipika cipiki (cium pipi kanan - cium pipi kiri)

















BAB III
PENUTUP
3.1. kesimpulan
Tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan etika.
Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin) dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang berarti kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah laku manusia.
etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah laku baik dalam kegiatan komunikasi di suatu masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar