BAB I
PENDAHULUAN
1.1. latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan pernah lepas
dari komunikasi. Dari mulai kita bangun tidur sampai kemudian tertidur kembali,
komunikasi selalu menjadi kegiatan utama kita entah itu komunikasi verbal atau
non verbal, entah itu komunikasi antar pribadi atau komunikasi organisasi.
Hal seperti ini memang telah menjadi kodrat kita sebagai
seorang manusia yang memang tidak dapat hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan
orang lain disekitar kita, walaupun hanya untuk sekedar melakukan obrolan
basa-basi karena manusia adalah makhluk sosial dan dari dalam interaksi itulah
manusia lambat laun menciptakan nilai-nilai bersama yang kemudian disebut
sebagai kebudayaan.
Dalam nilai-nilai yang terbentuk tersebut terdapat beberapa
kaidah yang bertujuan mengatur tata cara kita berkomunikasi antar sesama tanpa
menyakiti hati dan menjunjung tinggi etika sebagai sebuah tanda penghargaan
pada lawan bicara kita. Namun terkadang pemakaian sesuatu yang kita anggap
sebuah etika dapat berakibat pada sesuatu yang tidak menyenangkan dan
menimbulkan kesalahpahaman antar sesama. Mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal
tujuan kita menggunakan etika adalah untuk mencoba menghargai khalayak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian berkomunikasi
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang
mengatur tentang tata cara manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling
menghormati biasa kita kenal dengan sebutan sopan santun, tata krama,
protokoler, dan lain-lain.
Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga kepentingan
komunikator dengan komunikan agar merasa senang, tentram, terlindungi tanpa ada
pihak yang dirugikan kepentingannya dan perbuatan yang dilakukan sesuai dengan
adat kebiasaan yang berlaku serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia
secara umum.
Tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia
dalam bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik,
dinamakan etika.
Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin)
dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang berarti kebiasaan
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk
tingkah laku manusia.
Jadi, etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran
tingkah laku baik dalam kegiatan komunikasi di suatu masyarakat.
Beberapa pendpat para ahli mengenai pengertian etika antara
lain sebagai berikut:
2.2 Pengertian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga
pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu system yang mengatur
bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut
menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama,
protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga
kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram,
terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang
tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh
kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan
prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan
mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut
etik, berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku
manusia yang baik.
Selain itu dari segi etimologi (asal kata), istilah etika
berasal dari kata Latin ethicus yang berarti kebiasaan. Sesuatu
dianggap etis atau baik, apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Pengertian
lain tentang etika ialah sebagai studi atau ilmu yang membicarakan perbuatan
atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana pula yang dinilai
buruk. Etika juga disebut ilmu normatif, maka dengan sendirinya berisi
ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai tingkah
laku apakah baik atau buruk, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut
ini :
a. Drs.
O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
b. Drs.
Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
c. Drs.
H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai
nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan
manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya
melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia
untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.
Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan
apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini
dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian
etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi
kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam
menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1. Etika
deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini
sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar
untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Etika
normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai
dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika
secara umum dapat dibagi menjadi :
1. Etika
umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak
secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan
prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak
serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum
dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian
umum dan teori-teori.
2. Etika
khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan
yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan
dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan,
yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun,
penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan
orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi
oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis, cara bagaimana manusia
mengambil suatu keputusan atau tidanakan, dan teori serta prinsip moral dasar
yang ada dibaliknya. Etika khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika
individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
b. Etika sosial, yaitu
berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota
umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial
tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik
secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap
kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung
jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka
etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan
pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1. Sikap
terhadap sesama
2. Etika
keluarga
3. Etika
profesi
4. Etika
politik
5. Etika
lingkungan
6. Etika
idiologi
Sistem
Penilaian Etika :
1. Titik
berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau
jahat, susila atau tidak susila
2. Perbuatan
atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah
daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam
jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu
budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa
angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan
nyata.
3. Burhanuddin
Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat
:
a. Tingkat
pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam
hati, niat.
b. Tingkat
kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
c. Tingkat
ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
2.3 Aliran Etika
Suatu ukuran baik dan buruk sifatnya individual yakni akan
dilihat dari orang yang menilainya, karena baik dan buruk itu terikat pada
ruang dan waktu, sehingga ia tidak berlaku secara universal. Suatu perbuatan
dinilai baik atau buruk dapat dilihat dari beberapa aliran-aliran dari berbagai
sudut pandang, antara lain:
1. Adat Kebiasaan
Ukuran
baik atau buruk menurut adat kebiasaan yakni tergantung kepada kesetiaan dan
ketaatan seseorang (loyal) terhadap ketentuan adat istiadat. Namun demikian,
ukuran menurut adat ini tidak dapat digunakan sepenuhnya karena
ketentuan-ketentuan dari Hukum Adat yang berasal dari adat istiadat banyak yang
irasional (tidak dapat diterima oleh akal sehat).
2. Kebahagiaan
(Hedonisme)
Yang
menjadi ukuran baik atau buruk menurut paham ini yaitu apakah suatu perbuatan
tersebut melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan / kelezatan. Dalam paham
ini terbagi lagi menjadi:
a. Aliran hedonisme
individualistis
Maksud
dari aliran ini yaitu suatu kebahagiaan yang bersifat individualistis (egoistik
hedonism), jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka disebutlah baik, dan
sebaliknya.
b. Kebahagiaan rasional
(Rasionalistik Hedonism)
Aliran
ini berpendapat, bahwa kebahagiaan atau kelezatan individu itu haruslah
berdasarkan pertimbangan akal sehat.
c. Kebahagiaan
Universal (Universalistic Hedonism)
Lain
halnya dengan aliran ini, yang menjadi tolak ukur apakah suatu perbuatan baik
atau buruk dapat melihat kepada suatu akibat perbuatan tersebut apakah
melahirkan kesenangan atau kebahagiaan terhadap seluruh makhluk (bukan untuk
diri sendiri/pribadi).
3. Bisikan Hati
(Instuisi)
Aliran
ini merupakan bantahan terhadap aliran hedonisme, yakni menilai suatu perbuatan
baik atau buruk adalah dengan kekuatan batin tanpa melihat terlebih dahulu
akibat yang ditimbulkan dari perbuatan itu, akan tetapi tujuannya kepada
kebaikan budi pekerti.
4. Evolusi
Paham
ini berpendapat bahwa segala sesuatunya yang ada di alam ini selalu (secara
berangsur-angsur) mengalami perubahan yakni berkembang menuju ke arah kesempurnaan.
Adapun seorang Filsuf Herbert Spencer (1820-1903) mengemukakan bahwa
perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana kemudian dengan berlakunya
(evolusi) akan menuju ke arah cita-cita , dan cita-cita inilah yang dianggap
sebagai tujuan. Yang menjadi tujuan dari cita-cita manusia adalah kebahagiaan
dan kesenangan, sehingga suatu kesenangan atau kebahagiaan itu akan selalu
berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi sosial.
5. Paham eudaemonisme
Kata
eudaemonisme di ambil dari istilah Gerika, yaitu
“eudaemonia” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “kebahagiaan,
untuk bahagia”. Prinsip pokok paham ini adalah kebahagiaan
bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut Aristoteles, untuk
mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal, yakni:
a. Kesehatan,
kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan
b. Kemauan
c. Perbuatan
baik
d. Pengetahuan
batiniah
6. Aliran Vitalisme
Aliran
ini merupakan bantahan terhadap aliran Naturalism, sebab menurut penganut paham
ini ukuran baik atau buruk itu bukanlah alam tetapi “vitae” yakni yang sangat diperlukan
untuk hidup. Tokoh terpenting dari aliran ini yaitu F. Niettsche, dia banyak
sekali memberi pengaruh terhadap tokoh revolusioner seperti Hitler. Pada akhir hayatnya
ia menjadi seorang ateis dan mati dalam keadaan gila, dia memproklamirkan gagasan “God is
dead”, Tuhan telah mati, Tuhan itu tidak ada
lagi, maka jauhkanlah diri (putuskan hubungan dengan Tuhan). Aliran vitalisme
ini dikelompokkan menjadi:
a. Vitalisme Pessimistis (Negatif
Vitalistis). Disebut pesimis karena manusia yang dilahirkan adalah celaka,
maksudnya karena ia telah dilahirkan dan hidup, sedangkan lahir dan hidupnya
manusia itu tiada guna. Terdapat ungkapan
yakni “homohomini lupus”, artinya manusia yang satu adalah segala
bagi manusia yang lainnya.
b. Vitalisme Optimisme.
Menurut aliran ini, hidup atau kehidupan adalah berarti pengorbanan diri karena
itu hidup yang sejati adalah kesediaan dan kerelaan untuk melibatkan diri
dalam setiap kesusahan, yang paling baik adalah segala sesuatu yang menempa
kemauan manusia untuk berkuasa. Oleh karena itu, perang adalah halal, sebab
orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan memegang kekuasaan.
7. Aliran Pragmatisme
Aliran
ini menitikberatkan pada hal yang berguna dari diri sendiri,baik yang bersifat
moril maupun materil. Serta menitikberatkan padapengalaman, oleh karena itu
penganut ini tidak mengenal istilah kebenaran, sebab kebenaran itu bersifat
abstrak dan tidak diperoleh dalam dunia empiris.
8. Aliran
Gessingnungsethik
Aliran
ini diprakarsai oleh Albert Schweitzer. Yang terpenting menurut ajaran ini adalah “penghormatan akan
kehidupan”, yaitu sedapat mungkin setiap makhluk harus saling
menolong dan berlaku baik. Ukuran kebaikannya yakni pemeliharaan akan
kehidupan, dan yang buruk yakni setiap usaha yang berakibat binasa dan
menghalang-halangi hidup.
9. Aliran Idealisme
Istilah
tersebut berasal dari bahasa Gerika (Yunani), yaitu dari kata “idea” yang secara etimologis berarti:
akal, pikiran, atau sesuatu yang hadir dalam pikiran, atau dapat
juga disebut sesuatu bentuk yang masih ada dalam alam pikiran manusia. Aliran
ini berpendapat bahwa segala yang ada hanyalah tiada, sebab yang ada itu hanya
gambaran dari alam pikiran (bersifat tiruan), sebaik apa pun suatu tiruan
tentunya tidak akan seindah aslinya (ide). Dengan demikian, yang baik itu hanya
apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
Selain itu, aliran etika lainnya diuraikan oleh John C.
Merill (1975:79-88) yang dapat digunakan sebagai standar menilai tindakan etis,
antara lain deontologis, teleologis, egoisme,
dan utilitarisme.
Aliran deontologis (deon = yang
harus/wajib, Yunani) melakukan penilaian atas tindakan dengan melihat tindakan
itu sendiri. Artinya, suatu tindakan secara hakiki mengandung nilai sendiri
apakah baik atau buruk. Kriteria etis ditetapkan langsung pada jenis tindakan
itu sendiri. Ada tindakan/perilaku yang langsung dikategorikan baik, tetapi
juga ada perilaku yang langsung dinilai buruk.
Ukuran etis yang berbeda, dikemukakan oleh aliran teleologis(telos
berarti tujuan). Aliran ini melihat nilai etis bukan pada tindakan itu sendiri,
tetapi dilihat atas tindakan itu. Jika tujuannya baik dalam arti sesuai dengan
norma moral, maka tindakan itu digolongkan sebagai tindakan etis. Jadi apabila
suatu tindakan betujuan jelek, akan dikategorikan tidak etis.
Etika egoisme menetapkan norma moral pada
akibat yag diperoleh oleh pelakunya sendiri. Artinya tindakan dikategorikan
etis dan baik, apabila menghasilkan terbaik bagi diri sendiri.
Etika utilitarisme (utilitis = berguna)
adalah kebalikan dari paham egoisme, yaitu yang memandang suatu
tindakan itu baik jika akibatnya baik bagi orang banyak. Dengan demikian,
tindakan itu tidak diukur dari kepentingan subyektif individu, melainkan secara
obyektif pada masyarakat umum. Semakin universal akibat baik dari tindakan itu,
maka dipandang semakin etis.
2.4.
Penggolongan Etika
Dalam menelaah ukuran baik dan buruk suatu tingkah laku yang
ada dalam masyarakat kita bisa melakukan penggolongan etika menjadi dua
kategori yaitu:
1.
Etika Deskriptif
Merupakan usaha menilai tindakan atau perilaku berdasarkan
pada ketentuan atau norma baik buruk yang tumbuh dalam kehidupan bersama di
dalam masyarakat. Kerangka etika ini pada hakikatnya menempatkan kebiasaan yang
sudah ada di dalam masyarakat sebagai acuan etis. Suatu tindakan seseorang
disebut etis atau tidak, tergantung pada kesesuaiannya dengan yang dilakukan
kebanyakan orang.
2.
Etika Normatif
Etika
yang berusaha menelaah dan memberikan penilaian suatu tindakan etis atau tidak,
tergantung dengan kesesuaiannya terhadap norma-norma yang sudah dibakukan dalam
suatu masyarakat.
Norma
rujukan yang digunakan untuk menilai tindakan wujudnya bisa berupa tata tertib,
dan juga kode etik profesi.
2.5
Etika Dan Etiket Yang Baik Dalam Komunikasi
Berikut
di bawah ini adalah beberapa etika dan etiket dalam berkomunikasi antar manusia
dalam kehidupan sehari-hari :
1.
Jujur tidak berbohong
2.
Bersikap Dewasa tidak kekanak-kanakan
3.
Lapang dada dalam berkomunikasi
4.
Menggunakan panggilan / sebutan orang yang baik
5.
Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien
6.
Tidak mudah emosi / emosional
7.
Berinisiatif sebagai pembuka dialog
8.
Berbahasa yang baik, ramah dan sopan
9.
Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan
10.
Bertingkahlaku yang baik
2.6 Contoh
Teknik Komunikasi Yang Baik
1.
Menggunakan kata dan kalimat yang baik menyesuaikan dengan lingkungan.
2.
Gunakan bahawa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara.
3.
Menatap mata lawan bicara dengan lembut.
4.
Memberikan ekspresi wajah yang ramah dan murah senyum.
5.
Gunakan gerakan tubuh / gesture yang sopan dan wajar.
6.
Bertingkah laku yang baik dan ramah terhadap lawan bicara.
7.
Memakai pakaian yang rapi, menutup aurat dan sesuai sikon.
8.
Tidak mudah terpancing emosi lawan bicara.
9.
Menerima segala perbedaan pendapat atau perselisihan yang terjadi.
10.
Mampu menempatkan diri dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai dengan
karakteristik lawan bicara.
11.
Menggunakan volume, nada, intonasi suara serta kecepatan bicara yang baik.
12.
Menggunakan komunikasi non verbal yang baik sesuai budaya yang berlaku seperti
berjabat tangan, merunduk, hormat, ces, cipika cipiki (cium pipi kanan - cium
pipi kiri)
BAB III
PENUTUP
3.1.
kesimpulan
Tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia
dalam bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik,
dinamakan etika.
Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin)
dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang berarti kebiasaan
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk
tingkah laku manusia.
etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah
laku baik dalam kegiatan komunikasi di suatu masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar